Home

Kamis, 20 Februari 2014

Kita adalah Ruh

Siapa kita yang sebenarnya? Kita yang sebenarnya adalah ruh, raga kita yang kita pandang lebih elok dan indah adalah hanya tempat kita (ruh) berpijak. Maka, tatkala ketika meninggal dunia orang-orang yang kita tinggalkan itu akan berucap "dia telah pergi". Meskipun raga kita tetap utuh sama seperti beberapa menit yang lalu tetap saja orang akan berkata "dia telah pergi". 

Tapi kita, sering salah kaprah dalam memandang diri kita. Ketika kita melihat orang-orang yang penuh cacat dan kekurangan, yang kita pandang buruk rupa, kita begitu angkuhnya menempatkan diri sebagai sosok sempurna yang begitu tampan/cantik rupawan. Apakah Allah SWT (Tuhan) memandang itu semua??? Apakah DIA mempermasalahkan yang kita pandang buruk rupa atau yang rupawan??? Sesungguhnya tidak!!!

Minggu, 09 Februari 2014

Tentang...

Tahukah...???
aku sungguh sangat ingin bercerita kepada malam,,,tentang aku kepada malam-malam itu sendiri.
Dan bukan sebuah dongeng...

Tahukah...???
aku sangat ingin bercerita kepada siang,,,tentang aku kepada siang-siang itu sendiri.
Dan bukan sebuah semu...

aku ingin bercerita...
tapi kepada siapa atau apa???
aku tidak tahu...

aku muak pada kesendirian malam yang senyap...tapi,,,
aku sangat tak mengharapkan siang hadir dengan menampakkan lelah...
aku muak pada kelelahan siang yang nampak ramai...tapi,,,
aku pun sangat tak mengharapkan malam hadir dengan memperlihatkan sepi...

aku...
yahhh aku...yang tak memahami berada dimana dan harus dimana...
yang tak mengerti dan kadang seperti sangat mengerti...




lingkaranke7.blogspot.com
magnet13 (01.59WITA-090214)






Selasa, 28 Januari 2014

Alasan Dokter Negara Maju "Pelit" Memberikan Obat ke Anak

Belum sebulan aku tinggal di Belanda, dan putraku Malik terkena demam tinggi. Setelah tiga hari tak ada perbaikan aku membawanya ke huisart (dokter keluarga) kami, dr. Knol. "Just wait and see. Don’t forget to drink a lot. Mostly this is a viral infection." kata dokter tua itu. "Ha? Just wait and see?" batinku meradang. Ya, aku tahu sih masih sulit untuk menentukan diagnosa pada kasus demam tiga hari tanpa ada gejala lain. Tapi masak sih nggak diapa-apain. "Obat penurun panas Dok?" tanyaku lagi. "Actually that is not necessary if the fever below 40 C." Sebetulnya di rumah aku sudah memberi Malik obat penurun panas, tapi aku ingin dokter itu memberi obat lain. Sudah lama kudengar bahwa dokter disini pelit obat. Karena itu, aku membawa obat dari Indonesia. 
Dua hari kemudian, demam Malik tak kunjung turun dan frekuensi muntahnya bertambah. Aku kembali ke dokter. Dia tetap menyuruhku wait and see. Pemeriksaan laboratorium akan dilakukan bila panas anakku menetap hingga hari ke tujuh. "Anakku ini suka muntah-muntah juga Dok," kataku. Lalu si dokter menekan-nekan perut anakku. "Apakah dia sudah minum suatu obat?" Eh tak tahunya mendengar jawabanku, si dokter malah ngomel-ngomel, "Kenapa kamu kasih syrup Ibuprofen? Pantas saja dia muntah-muntah. Ibuprofen itu sebaiknya tidak diberikan untuk anak-anak, karena efeknya bisa mengiritasi lambung. Untuk anak-anak lebih baik beri paracetamol saja." Huuh! Walaupun dokter itu mengomel sambil tersenyum ramah, tapi aku jengkel dibuatnya. Jelek-jelek begini gue lulusan fakultas kedokteran tau!